sebuah rumah bernama Urban Mama


The Urban Mama Writing Contest
Bulan Desember adalah bulan yang spesial bagi saya. Bulan ini telah menjadi “tuan rumah” bagi tanggal lahir saya, suami saya, dan tepat satu tahun yang lalu, anak pertama saya.

Satu tahun itu pulalah saya menjadi seorang ibu bagi anak saya. Dan proses pembelajaran itu pun dimulai.

Fase awal menjadi ibu ini menegangkan dan sekaligus menyenangkan. Menegangkan karena ini pengalaman pertama saya, saya benar-benar tidak tahu apa-apa dan mengingat anak adalah amanah yang harus kita jaga sebaik-baiknya.

Menyenangkan karena di sela-sela ketegangan

dan ketidak tahuan, saya menemukan ketenangan. Saya mempunyai tempat berlabuh.

Ibarat rumah kedua saya, dia adalah The Urban Mama.


Kelahiran The Urban Mama kebetulan tidak jauh dengan kelahiran anak saya.

Bagi saya ini sungguh momen yang tepat. Selama cuti melahirkan, ketika di rumah hanya ada saya dan anak saya (pada saat itu saya belum punya pengasuh), The Urban Mama dengan setia menemani saya yang kala itu masih sangat sensitif tentang berbagai hal yang berhubungan dengan merawat anak. Sensitif dan terkaget-kaget tepatnya, karena memasuki arena motherhood ini begitu banyak komentar dan masukan bermunculan dari keluarga dan orang-orang untuk anak saya yang justru sering membuat saya bukannya semangat tapi malah terintimidasi. I know they meant good but I don’t like the way they tell me.

Saya juga sempat berada di titik terbawah ketika saya tidak mampu memberikan ASI ekslusif. Bayangan akan kekurangan fisik bayi yang tidak mendapat ASIX sering menghantui saya. Berjuang sudah tentu, tapi saya pun perlu dukungan, bukan komentar mulai dari ASInya sedikit, ibu pemalas dan sebagainya yang membuat saya tidak nyaman.

Saat-saat dimana saya tidak nyaman inilah saya selalu mencari rumah saya, “berlabuh” di Urban Mama. Seperti di rumah, di Urban Mama saya merasa nyaman dengan apa yang saya pakai, yang saya sandang, yang saya punya. Saya belajar menghargainya dan mensyukurinya. Mbak Shinta Lestari pernah bilang di forum The Urban Mama tentang breastfeeding “after all, the way I see it, susu formula is food, not poison”. Padahal beliau termasuk ibu yang berhasil ASIX. Ini sangat membantu saya untuk tidak merasa bersalah terus menerus. Alhamdulillah walaupun tidak ASIX, saya masih bisa memberi ASI anak saya hingga berusia 9 bulan.

Setiap rumah tentu mempunyai etika dan saya senang sekali dengan etika The Urban Mama: “We believe that all of us here are trying to be a good parent, therefore we may want to act in a proper manner that we want our kids to example”.

This means a lot for me.

Berangkat dari netiquette inila

h, untuk pertama kalinya dalam hidup saya, saya berani bersuara di forum. Saya tidak takut disudutkan. Sebelum ada The Urban Mama, saya hanyalah pembaca pasif (ya pembaca bukan anggota) milis-milis parenthood. Awalnya saya tidak tertarik mengikuti milis atau forum obrolan karena saya melihat ada beberapa pendapat yang kurang mengenakkan untuk dibaca. Kembali ke kalimat di atas, saya tahu niat mereka baik, tapi cara penyampaiannya tidak tepat. Alhamdulillah saya tidak menemukan itu di Urban Mama. Selayaknya rumah, penghuni rumah lain akan menerima kita dengan hangat, sekurang apapun diri kita. Dan itu saya temukan di Urban Mama.


Thank you The Urban Mama. Thank you for adding another special day in December J but most of all, thank you for sheltering us and gives us a warm place to relax, to learn and to be ourselves.


Kisses and hugs,

Salah satu penghuni rumahmu J







PS: I still remember the first time istribawel announced The Urban Mama. happy 1 year, may success and love always be with you!

Comments

l i a c t k said…
yeaaay ada sitaaaaa :)

Popular Posts